Home » Tak Berkategori » Proklamasi: Rahmat bagi Bangsa Indonesia

Proklamasi: Rahmat bagi Bangsa Indonesia


Oleh Abd. Rahman Hamid (Dosen Sejarah UIN Lampung dan Pengajar S2 Sejarah FIB Unhas)

Tujuh puluh sembilan tahun silam Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia di Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Pernyataan tersebut diumumkan pada akhir Perang Dunia II, ketika Jepang sudah menyerah kepada Sekutu. Mengapa Soekarno dan Hatta berani menyatakan kemerdekaan?

Tulisan ini menjelaskan tentang berbagai hal yang terjadi di Tanah Air sebelum berita proklamasi berdasarkan kesaksian dari tiga perumus teks proklamasi yaitu Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ahmad Soebardjo Djoyoadisuryo.

Janji Kemerdekaan

Bermula dari pidato Perdana Menteri Jepang, Kuniaki Kaiso, di Tokyo pada 7 September 1944, bahwa Dai Nippon memperkenankan Indonesia merdeka kelak di kemudian hari. Lalu, pada 1 Maret 1945 Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada, mengumumkan rencana pembentukan Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK).

Badan tersebut diumumkan secara resmi pada 29 April 1945 dengan ketuanya dr. Radjiman Wediodiningrat. BPUPK berhasil merumuskan Pancasila (1 Juni 1945) sebagai dasar negara dan Piagam Jakarta (22 Juni 1945) sebagai batang tubuh Undang-Undang Dasar (UUD). Sepuluh hari sebelum proklamasi, BPUPK dibubarkan dan pada hari itu juga dibentuk Dokuritzu Junbi Iinkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan (PPK) dengan ketuanya adalah Soekarno dan wakil Mohammad Hatta.  

Demi menindaklanjuti janji kemerdekaan tersebut, pada 9 Agustus Soekarno, Hatta, dan Radjiman Wideodiningrat berangkat ke Dalat (Vietnam Selatan) untuk bertemu Panglima Angkatan Perang Jepang di Asia Tenggara, Jenderal Terauchi, pada 12 Agustus.

Dalam pertemuan tersebut, Terauchi menyampaikan bahwa Pemerintah Jepang telah memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Ketika ditanya kapan keputusan itu dapat disampaikan kepada rakyat Indonesia, Terauchi menjawab “terserah kepada Tuan-tuan Panitia Persiapan. Kapan saja dapat. Itu sudah menjadi urusan Tuan”.

Dua hari kemudian, tiga tokoh tersebut tiba di Jakarta. Di hadapan rakyat dan pemimpin Indonesia yang menyambut mereka, Soekarno mengatakan bahwa “Apabila dulu aku beritahu bahwa Indonesia akan merdeka sesudah jagung berbuah, sekarang dapat dikatakan Indonesia akan merdeka sebelum jagung berbunga” (Adams, 2011: 250). Kemerdekaan sebentar lagi dan sepenuhnya diserahkan kepada bangsa Indonesia.

Kemerdekaan bukan hadiah

Sebelum PPK bersidang, berita kekalahan Jepang kepada Sekutu telah diketahui oleh para pejuang Indonesia. Kabar tersebut direspon dengan reaksi yang berbeda oleh kaum tua dan kaum muda. Bagi kaum tua, kemerdekaan harus dipersiapkan secara matang melalui PPK, menghindari konfrontasi, dan memastikan kenetralan Jepang terhadap proklamasi. Tetapi, bagi kaum muda, kemerdekaan harus segera dinyatakan dan oleh bangsa Indonesia tanpa campur tangan Jepang. Kaum muda tidak ingin kelak kemerdekaan bangsanya dianggap sebagai hadiah dari Jepang.  

Setelah dua kali rapat, para pemuda terpaksa harus membawa Soekarno dan Hatta ke luar kota Jakarta, tepatnya Rengasdengklok, pada 16 Agustus. Pada sore itu, Soebardjo menyusul ke sana atas perintah Gunseikan untuk membawa kedua tokoh tersebut ke Jakarta. Dia menjamin dengan taruhan nyawanya, bahwa proklamasi akan diumumkan paling lambat besok 17 Agustus pukul 12.00. Dengan jaminan itu, komandan kompi Peta setempat Cudanco Subeno mengizinkan mereka kembali ke Jakarta.    

Segera setelah tiba di Jakarta, Soekarno dan Hatta didampingi oleh Laksamana Muda Tadashi Maeda dan Moyoshi bertemu dengan Mayor Jenderal Nishimura di rumahnya. Mereka berunding selama kurang lebih dua jam. Masing-masing punya sikap berbeda mengenai kondisi terakhir.

Di satu sisi, Nishimura bertanggungjawab menjaga status qua sampai datangnya pihak Sekutu di Indonesia. Namun pada sisi lain, Soekarno dan Hatta yang baru menerima janji kemerdekaan dari Terauchi dan desakan para pemuda ingin segera mengumumkan kemerdekaan. Karena tidak mencapai kata sepakat, Soekarno dan Hatta meninggalkan rumah Nishimura ke Maeda untuk merumuskan naskah proklamasi.

Setelah dirumuskan oleh Soekarno, Hatta, dan Soebardjo, teks proklamasi diserahkan kepada Soekarni untuk selanjutnya diketik oleh Sayuti Malik. Para perumus kemudian pergi mengambil makanan dan minuman di ruang dapur yang sudah disediakan tuan rumah untuk makan sahur. Setelah sahur mereka ke ruang tengah untuk rapat. Semua peserta rapat setuju dengan rumusan proklamasi. Sebelum rapat ditutup Soekarno mengatakan bahwa pada hari ini (17 Agustus) pukul 10.00 proklamasi akan dibacakan di muka rakyat di halaman rumahnya, Pegangsaan Timur 56 Jakarta.

Rahmat Kemerdekaan

Pada esok pagi semua jalanan menuju rumah Soekarno telah dipenuhi rakyat. Garnizum Peta telah siaga. Barisan Pelopor dipersenjatai. Sekitar 500 orang berdiri di depan beranda rumah. Mereka mendesak Soekarno agar segera membacakan proklamasi. Tetapi Soekarno mengatakan “Hatta belum datang. Aku tak mau membacakan proklamasi tanpa Hatta”. Lima menit sebelum pukul 10.00, Hatta tiba. Dia bertemu Soekarno di kamarnya ditemani Fatmawati. Mereka keluar dengan pakaian putih. Fatmawati sendiri sudah menjahit bendera Merah Putih. Upacara dimulai tanpa protokol. Soekarno membacakan teks proklamasi didampingi Hatta, kemudian Latif Hendraningrat mengambil bendera dari Fatmawati dan dikibarkan dengan iringan lagu Indonesia Raya.  

Proklamasi menandai lahirnya negara baru. Tetapi, apa yang dilakukan itu sesungguhnya tidak sejalan kebijakan status quo yang harus dijaga oleh Jepang sebagai pihak yang kalah dalam PD II. Bulan berikutnya (September) Sekutu tiba di Indonesia. Bila pemenang perang itu tiba sebelum sebelum 17 Agustus, mungkin proklamasi tidak akan terjadi. Jepang sendiri sudah tidak mengizinkan kemerdekaan seperti yang dijanjikan oleh Perdana Menteri Jepang.  

Peristiwa tersebut mengingatkan kita pada alinea ketiga Pembukaan UUD 1945, bahwa “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka Rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya”.

Proklamasi mengawali Revolusi Indonesia. Ini menjadi ciri khas sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang mengawali revolusinya dengan proklamasi, di kala negara-negara lain seperti Amerika Serikat mengakhiri revolusinya dengan pernyataan kemerdekaan.

Jadi, proklamasi kemerdekaan adalah rahmat terindah dari Tuhan Yang Maha Kuasa kepada bangsa Indonesia. Karena itulah, sudah sepantasnya setiap tahun kita mengadakan berbagai kegiatan dan doa bersama sebagai tanda syukur kita atas nikmat Allah SWT. Dirgahayu Proklamasi Kemerdekaan RI ke-79 tahun.  

Sumber: tulisan ini pertama kali terbit di Harian Fajar, 15 Agustus 2024