Home » Tak Berkategori » Tarikh Proklamasi di Tanah Lampung

Tarikh Proklamasi di Tanah Lampung


Oleh Abd Rahman Hamid (Dosen Sejarah & Sekretaris Prodi S2 Filsafat Agama UIN Lampung)

Lampung Post Sai, Minggu III Agustus 2024

“Daerah Lampung lebih dahulu menerima berita proklamasi dibanding dengan daerah lain di Sumatera”, tulis Abdul Haris Nasution (1977) dalam bukunya, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia II (Proklamasi) dan Alamsjah Ratu Perwiranegara (1987) dalam bukunya, Perjuangan Kemerdekaan di Sumatera Bagian Selatan 1945-1950.

Fakta ini tak lepas dari keberadaan dari Mr. Abdul Abbas, Ketua Syuusangkai (Badan Penasehat Keresidenan) Lampung yang menjadi salah seorang wakil dari Sumatera di Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Ia menghadiri penyusunan naskah proklamasi (16 Agustus), pembacaan proklamasi kemerdekaan (16 Agustus), dan pengesahan UUD 1945 (18 Agustus 1945).

Pada 23 Agustus, Abbas dan dua anggota PPKI dari Sumatera (Mr. Teuku Moh Hasan dan Dr. Amir) tiba di Kota Palembang dengan pesawat terbang milik Jepang. Mereka membawa salinan teks proklamasi yang akan diserahkan kepada pemuka masyarakat di Sumatera.    

Segera setelah tiba di Palembang diadakan rapat dengan Dr. A.K. Gani, Dr. Muh. Isa, Ir. Ibrahim, Mursodo, Abdul Rozak, dan lain-lain membicarakan bahwa (1) proklamasi kemerdekaan tidak ada sangkut pautnya dengan pemerintahan Jepang, (2) UUD Negara RI telah ditetapkan oleh PPKI pada 18 Agustus, (3) telah disusun Komite Nasional Indonesia (KNI), (4) susunan pemerintahah juga sudah ada, (5) pembentukan Badan Keamanan Rakyat, dan (6) perlunya usaha dan cara untuk mengambil alih pemerintahan dari tangan Jepang (Perwiranegara, 1987: 13).  

Mr. Abbas bertolak ke Lampung menggunakan kereta api. Pada 24 Agustus diadakan pertemuan di Hotel Juliana yang dihadiri oleh tokoh PSII Lampung, Wan Abdurachman, Ismail, Adjis Tjindarbumi, Kamaruddin, Rd. Sjahri, Pagar Alam, Sudardjo, Rahim Pasaman, Jasin, R.A. Basjid, dan lain-lain. Dalam rapat itu, Abbas menyampaikan secara resmi berita proklamasi kemerdekaan Indonesia dan pengangkatannya sebagai Kepala Residen Lampung serta R. Suharjo Harjowardoyo sebagai Kepala Kepolisian Lampung.

Tak lupa Mr. Abbas menyampaikan rencana perjuangan untuk mengambil alih pemerintahan dari Tentara Jepang di Keresidenan Lampung, sekaligus usaha-usaha untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Lampung.

Berita Proklamasi

Sebelum Mr. Abbas tiba di Lampung, berita proklamasi kemerdekaan Indonesia telah diketahui oleh R. Suharjo Harjowardoyo dari orang-orang Jepang di Tanjung Karang dan Teluk Betung. Harjowardoyo keliling kota dengan truk kecil dan pengeras suara mengatakan bahwa “Indonesia sudah merdeka, kibarkan Sang Merah Putih, kita sudah merdeka, hidup Indonesia” (DHD 1994; Buku I).

Kepala Stasiun Kereta Api Kotabumi, Engku Lahar, segera memberitahukan berita proklamasi kepada Kepala Marga, Hi. Hifni Ratu. Selanjutnya, Engku Lahar menuju Stasiun Ketapang dengan kereta api. Setelah tiba lalu diadakan upacara dan pengibaran bendera Merah Putih di samping stasiun tersebut.

Usaha penyebaran berita proklamasi dan mobilisasi dukungan rakyat Lampung terhadap negara baru (Indonesia) dilakukan oleh tokoh gyugun, Pangeran Emir Mohamad Nur (Lahir di Maros, Sulawesi Selatan, 22 Oktober 1914), bersama tokoh PSII Lampung, Wan Abdurachman, dan Iwan Supardi.  

Ketika Mr. Abbas menyampaikan berita proklamasi kepada para tokoh Lampung, Syuchokan (Residen) Lampung, Kobayashi, mengadakan pertemuan dengan sembilan guncho (wedana) di Lampung yaitu: Zainal Abidin (Tanjungkarang), Zainabun Jayasinga (Kotabumi), Mohammad Ali (Manggala), Marsyid Almasyah (Kalianda), Mas Ibrahim (Pringsewu), M. Saleh (Kotaagung), dan Dr. Muluk (Krui). Dalam pertemuan ini disampaikan bahwa (1) perang Asia Timur Raya telah berakhir, (2) semua guncho terus bekerja seperti biasa sampai ada ketentuan lebih lanjut, dan (3) membantu para bekas heiho, gyugun, dan romusha (DHD 1994; Buku I).

Kendati Mr. Abbas telah mengupayakan pengambil-alihan kekuasaan dari Bala Tentara Jepang kepada Indonesia secara damai, namun tetap terjadi ketegangan antara kedua belah pihak di Bandar Lampung dan Kotabumi akibat perbedaan pandangan mengenai langkah tersebut.  

Jepang memandang bahwa usaha tersebut hanya dilakukan oleh Jepang kepada Sekutu sebagai pihak yang menang dalam Perang Asia Timur Raya. Dalam tradisi perang, pihak yang kalah (Japang) harus menyerahkan kekuasaan kepada pihak yang menang (Sekutu).  

Sebaliknya, dalam pandangan Mr. Abbas dan tokoh-tokoh Lampung, Indonesia sudah merdeka, dan karena itu ia bebas menentukan nasibnya sendiri. Atas dasar itulah, Mr. Abbas menolak menyerahkan kekuasaan di Lampung kepada Mayor Fordice (Sekutu) pada akhir Agustus 1945.

Perbedaan pandangan di atas menimbulkan insiden di Teluk Betung, Kalianda, dan Menggala pada tengah Oktober 1945. Luapan kegembiraan rakyat Lampung dicetuskan dalam rapat umum serentak di 23 tempat pada 27 Oktober. Dalam rapat itu dijelaskan kepada seluruh rakyat tentang proklamasi dan menggelorakan semangat perjuangan mengusir penjajah dari Tanah Air.    

Mempertahankan kemerdekaan

Demi mempertahankan kemerdekaan di Sai Bumi Ruwa Jurai, maka dibentuk badan Penjaga Keamanan Rakyat (PKR) yang dipimpin oleh Pengeran Emir Moh Noor (bekas perwira Gyugun). Badan ini lalu dikembangkan menjadi Badan Keamanan Rakyat (BKR) terutama untuk menghadapi tentara Jepang yang tak mau menyerahkan senjatanya.  

Setelah itu, dibentuk Angkatan Pemuda Indonesia (API) untuk mengorganisir pemuda-pemuda dan menyusun laskar-laskar bersenjata. Lalu, dibentuk pula Barisan Banten, Hizbulah, Lasjkar Tani, Pesindo, dan Napindo, yang masing-masing dilengkapi dengan laskar bersenjata. Dalam rapat di Hotel Juliana (Mess TNI), Pangeran Emir menyampakan kepada para pemuda agar mengorbankan jiwa raganya untuk merebut senjata-senjata dari Jepang (Kempen, 1954: 72-73).

Badan yang bertanggungjawab untuk mengatur pemerintahan di Lampung adalah Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID). Badan ini dibentuk pada 9 September 1945 di bekas hotel Wilhelmina (hotel Intan) oleh para pemimpin dan tokoh lokal yang hampir semuanya merupakan bekas anggota Syu-Syangkai (perwakilan rakyat di masa Jepang).

Terpilih sebagai ketua KNID Lampung adalah R.A. Rasyid, wakilnya Dr. Badril Munir, dan sekretaris umum adalah R. Sunaryo Karyowardoyo. Sementara, Wan Abdurachman dipilih sebagai Ketua Badan Pekerja dan wakilnya Mr. Gele Harun, serta sekretaris umum adalah Adjis Tjindarbumi (DHD, 1994; Buku II).  

Di tingkat kewedanan pun dibetuk KNID dengan ketuanya masing-masing: Kalianda (M. Tahur Hasan), Teluk Betung (A. Nurdin), Metro (Dr. Sumarno Hadiwinoto), Menggala (A. Rauf Adialam), Kotabumi (Barmawi). Blambangan Umpu (Kamaruzzaman), Pringsewu (H.A. Halim) Kotaagung (Wan Achmad), Sukadana (KH Ahmad Hanafiah), Gunung Sugih (Pengeran Raja Hukum), dan Krui (Basarudin) (DHD, 1994; Buku III).

Semua usaha tersebut adalah untuk memperkuat semangat perjuangan bangsa Indonesia di Tanah Lampung. Pasalnya, kata Bung Karno, proklamasi merupakan awal dari revolusi Indonesia, seperti ditulis oleh Cindy Adams (2011).